Just A review From me: [MOVIE] Inside Out 2 Review

Friday, June 21, 2024

[MOVIE] Inside Out 2 Review

Before Prolog

2015 : Bagaimana jika emosi memiliki pikiran ???
2024 : Bagaimana jika emosi bisa “membuat mobil” XD ???

 

sumber :imdb

Prolog

 

  Pada djaman doeloeeee, studio Pixar dianggap sebagai studio animasi terbaik di dunia, namun semua berubah saat Disney dan “agenda” menyerang. Dengan berbagai kegagalan dalam beberapa tahun terakhir ini membuat studio Pixar terpaksa mengeluarkan “teknik terlarang” yaitu “membuat sequel!!!” dan yang akan menjadi korbannya kali ini adalah “Inside Out” (2015), sebuah film tentang emosi yang sukses “mengaduk-aduk” emosi para penontonnya (pada masa itu XD). Apakah Inside Out 2 mampu meraih kesuksesan dan menjadi bukti kembalinya Studio Pixar ???




  Bagi saya pribadi masih mending film pertama sih, tapi setidaknya Inside Out 2 tergolong sukses dari segi box office yang otomatis memulihkan reputasi studio Pixar. 

 

Melihat Dari Sisi Lain


sumber  font in use

 

  Kegagalan studio Pixar dalam beberapa tahun terakhir ini disebabkan oleh 3 faktor ini yaitu :

 

- mulai memasukkan “agenda” (LGHDTV++) secara terang-terangan yang membuat beberapa film mereka dilarang di beberapa negara (termasuk negara ini)

- idealisme sutradara / produser yang memakai “kenangan masa kecil sebagai warga negara / kota X” sebagai inspirasi utama untuk beberapa film, di satu sisi hal ini mampu membuat penonton tertarik kepada budaya negara / kota tersebut (seperti Coco) tapi di sisi lain studio Pixar tetap memakai formula yang sama (cenderung kekanak-kanakan) yang membuat film-film ini cenderung membosankan dan sulit mengembangkan tema yang diangkat

 

- Faktor Disney dan Covid-19 yang membuat beralihnya distribusi film-film mereka menjadi streaming yang membuat hasil box office tergolong rendah

 

Film Pixar terakhir yang saya tonton pada era ini adalah “Turning Red” (Film menarik JIKA anda orang Asia) tapi saya masih menyimpan kebencian kepada “Soul”.

 

  Inside Out (2015) sendiri masih memakai formula yang sama namun tergolong bagus karena tema yang menarik dan mampu membuat penonton belajar tentang psikologi (dasar XD). Untuk penonton dewasa dapat belajar tentang mekanisme emosi dan pikiran sedangkan untuk penonton anak-anak dapat memiliki alasan tambahan jika mereka sedang tantrum alias rewel yaitu “salahkan saja suara-suara di dalam pikiran mereka XD”.

 

  Karena sejatinya anak-anak belum siap untuk mengenal kata seperti bipolar atau schizophrenia XD.


Overview

 

 

  2 tahun setelah film pertama, kehidupan Riley sekarang mulai membaik dengan memiliki 2 teman baik dan potensinya sebagai pemain ice hockey mulai dilirik oleh pelatih terkenal yang mengundang Riley dkk ke training camp.

  Di dalam pikiran Riley penonton akan melihat hal baru yang penting yaitu “Sense of Self”, sebuah tempat yang menyimpan berbagai belief (baca : ingatan penting, sepertinya Pixar masih belum mau memasukkan unsur agama -_-) yang kelak akan menjadi “Jati Diri” dan mempengaruhi berbagai sifat Riley di dunia nyata.

  Namun semua berubah saat alarm “puber” Riley menyala dan menghasilkan berbagai emosi baru yang siap “merusak” training camp, ditambah lagi Riley kembali “baper” karena 2 temannya akan pindah sekolah setelah lulus nanti dan Riley belum siap untuk mencari teman baru. Bagaimanakah nasib Riley selanjutnya ??? apakah dia akan “kena mental” seperti film pertama XD ???


  Overall film ini kembali mengulang formula film pertama hanya dengan tambahan berbagai karakter + emosi. Untungnya dieksekusi dengan baik dan mampu tampil relatable untuk penonton remaja (terutama yang mulai memasuki masa puber).

 

  Saya memiliki 2 kritik Utama untuk film ini :

 

- karena memakai formula yang sama membuat film ini menjadi unnecessary sequel dan tidak memorable, bahkan pesan moral di film ini tetap sama yaitu “emosi harus hidup berdampingan”

 

- tema “puber” hanya sekedar 4 + 1 emosi baru saja, tidak ada mekanisme baru di dalam pikiran Riley. Padahal kan puber tidak sekedar emosi saja bukan ??? (positive thinking, mungkin Pixar belajar dari “Turning Red” yang cukup terbuka tentang hal ini tapi malah gagal di pasaran)

 

  Seperti biasa, waktunya “kritik ngaco” XD :

 

- 2 teman Riley hanya sekedar “numpang lewat” tanpa adanya subplot yang berarti

 

- peran ortu Riley tidak sebaik film pertama (dijelaskan dalam bentuk family island yang mengecil)

 

- mekanisme berbagai emosi tidak sebaik film pertama

 

- terjemahan Indonesia tergolong “kelewat niat” dengan menerjemahkan NAMA TIAP EMOSI yang membuat saya cukup bingung saat membaca subtitle (tidak semua istilah asing pantas untuk diterjemahkan loh -_- )

 

- saya semakin yakin jika Riley sebenarnya memiliki mental illness tapi disamarkan dengan baik oleh Studio Pixar

 

- ending yang menjiplak “Soul” tapi eksekusinya jauhhh lebih baik

- epilog yang tidak sebaik film-film lama Pixar (menunjukkan nasib berbagai karakter lain)

 

Character

 

Riley (Kensintong Tallman)


sumber  entertainment weekly

 

  Gadis remaja yang kehidupannya saat ini tergolong memuaskan sampai “puber” datang menyerang dirinya. Di Training Camp Riley mengalami baper karena 2 temannya akan pindah sekolah + Riley kelewat “nafsu” ingin dilirik anggota Firehawk yang dia pikir akan menjadi solusi dari masalah hidupnya saat ini, untuk meraih hal ini Riley rela melakukan apa saja!!!.

 

Grace (Grace Lu) dan Bree (Sumayyah Nuriddin)

sumber : screenrant

 

  2 teman Riley yang oleh film ini dibuat amat sangat mengerti Riley yang membuat rencana pindah sekolah mereka sukses membuat Riley baper, sayang sekali 2 karakter ini tidak terlalu dieksplor pada film ini.

 

Val (Lilimar)


sumber : wiki

 

  Pemain andalan Firehawk yang sangat diidolakan oleh Riley, berteman dengannya adalah tujuan lain Riley pada training camp.

 

  Awalnya sempat diisukan bahwa karakter ini akan menjadi bukti jika Riley akan menjadi anggota LGHDTV++, untungnya hal ini tidak terjadi.

 

5 emosi lama

sumber : entertainment weekly

 

  5 emosi dasar yang bertugas untuk mengatur hidup Riley, meski sudah belajar tentang “kerjasama” di film pertama tapi Joy (Amy Poehler) masih menjadi emosi dominan dan memiliki berbagai rencana agar hidup Riley tetap dipenuhi kebahagiaan. Untungnya 4 emosi lain terlihat “fine fine saja” dengan kepemimpinan Joy saat ini.

 

  Ketika “puber” datang, 4 emosi baru mulai mengambil alih kendali dan mengusir 5 emosi ini, lalu disinilah petualangan para emosi ini dimulai untuk kembali ke headquarters dan “memperbaiki” Riley sesuai image mereka. Benar-benar mengulang konsep film pertama kecuali kali ini semua emosi ikut berperan, minus Sadness (Phyllis Smith) yang diminta tetap di markas untuk mengawasi 4 + 1 emosi baru ini secara diam-diam.

 

 

4 + 1 emosi baru 


sumber  pop culture wonder

 

  4 + 1 Emosi baru yang muncul karena “puber”, ada Anxiety (Maya Hawke) yang meskipun menurut arti nama terkesan negatif (rasa cemas) tapi ternyata sangat visioner karena dia sudah memikirkan jauh-jauh tentang masa depan Riley dan bagaimana untuk meraih hal itu semua meskipun cara yang dia pakai tergolong extreme. Lalu ada Envy (Ayo Edebiri) yang tampil mini karena perannya sebagai emosi “iri” membuat dirinya merasa “kecil”, sebaliknya ada Embarrasment (Paul Walter) yang tampil raksasa meskipun amat sangat pemalu (soalnya ketika malu manusia merasa jika dirinya menjadi “pusat perhatian”), terakhir ada Ennui (Adele Exarchopoulos) yang tampil layaknya “generasi rebahan” tapi mampu mengendalikan Riley dari jauh dengan menggunakan tablet dengan aplikasi khusus!!!

 

  Sebenarnya ada 1 emosi lagi yaitu Nostalgia (June Squibb) tapi sesuai namanya emosi ini sebenarnya belum “waktunya” untuk muncul XD.


sumber : wiki


Post Credit Scene Explained


sumber : the direct

 

  Di dalam pikiran Riley ada berbagai makhluk yang mewakili “rahasia besar” pada dirinya, para makhluk ini dipenjara di sebuah tempat tapi nantinya berhasil kabur karena bantuan 5 emosi dasar, semua kecuali Deep Dark Secret yang memilih untuk tetap dipenjara.

 

  Tonton film ini sampai selesai credit dan anda akan tahu jawabannya XD.

 

Conclusion

 

Inside Out 2 menjadi bukti jika Pixar mampu membuat film berkualitas tinggi tanpa harus memasukkan ‘agenda” dan suara dari atasan (baca :disney XD). Tapi pada akhirnya tetap sulit menghibur mereka yang sudah menonton film pertamanya, tapi untungnya film ini tergolong sukses.

 

Kira-kira nanti Toy Story 5 akan seperti apa ya….

 

My Score

 

75,


sumber : twitter

 

===============================================

===============================================

===============================================

===============================================

 

Bonus

 

 

  Melihat kembali emosi pada orangtua Riley, jika memakai logika genetik maka seharusnya emosi dominan pada diri Riley adalah Anger atau Sadness. Anger cukup memiliki peran pada hidup Riley sedangkan Sadness malah menjadi aib bagi Riley di mata Joy tapi tetap menjadi fokus pada film pertama.

 

  Kira-kira kenapa malah Joy yang menjadi emosi dominan ???

  Apa jangan-jangan….

….

….

….

….

 

sumber : make a gif

                                             (apakah ini yang namanya “Dark Theory” XD ???

No comments:

Post a Comment